TERHANGAT

Selamat datang, Sobat! Jangan malu-malu untuk baca, komentar, dan share ya. Semoga coret-coretan ini bisa bermanfaat ya. Salam kenal. :)

“(Allah bersumpah dengan ciptaannya) dan demi jiwa serta penyempurnaan ciptaannya. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan kedurhakaan dan jalan ketaqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”. (QS.91:7-10)

Minggu, 08 April 2012

Mengurai Benang Emas


Muslim, ada dua hal yang unik darinya. Menjadikannya terasa lebih indah dari biasa. Muslim. Uniknya ada dua perkara. Ketika ia dilimpahi nikmat dan kesenangan, maka ia bersyukur. Ketika ia tertimpa musibah, maka ia bersabar. Tiada berlebihan, tiada mengurang-ngurangkan. Hanya syukur dan sabar. Indahlah. Tak ada mimik kesombongan ketika berlimpah nikmat. Tak ada raut kesedihan ketika dirundung kekurangan.
Tentang syukur, ingatlah firman Allah yang ini:
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti adzabku sangat berat.” (QS. Ibrahim: 7)
Bukan ultimatum, tapi hanya peringatan. Dia dengan terang menjanjikan penambahan nikmat jikalau kita bersyukur. Tapi indahnya dan begitu santunnya ayat-ayat Allah adalah disini tidak dikatakan kalau mengingkari nikmat akan dicemplungkan ke dalam adzab dan neraka. Hanya cukup disini diberitahu bahwa selain nikmat, Allah juga memiliki adzab yang pedih. Kalaulah logika kita jalan, pasti kita mampu menyimpulkan pengingkaran nikmat berkonsekuensi adzab didapat.
Syukur. Alhamdulillah. Sebagaimana iman, ia di hati , tenang bersemayam. Ia di lidah, tulus terikrar. Ia di badan, ikhlas menyatu dalam perbuatan. Maka syukur pun begitu.
Muslim. Tentang nabi. Tentang beliau teladan mulia. Manusia terbaik yang pernah ada. Kalau kita menganggap sedikit cerita tentang beliau, itu kitanya saja yang jarang membaca, jarang mendengar. Banyak sekali bahkan melimpah cerita-cerita tentang belian, dulu dan kini. Oleh orang-orang yang sudah tiada dan masih ada. Belian milik kita, seharusnya kita menjadikan risalah beliau sebagai hak kita.
Kita bicara tentang orang-orang terbaik. Kita bicara tentang kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan peradaban. Kita bicara tentang masa depan yang menjadi harapan. Kita sholat berkiblat ke Ka’bah. Tapi peradaban kita berkiblat ke barat. Kita lupa atau mungkin terlupakan tentang sejarah yang tak bisa dihapus dari waktu. Tentang kegagahan dan kegigihan orang-orang dulu. Lupa atau terlupakan.
Tentang Salman Al-Farisi sang penggagas strategi perang parit. Yang mengilhami strategi Perang Dunia I, 1914-1919 M di Eropa. Tentang pemuda tampan yang semerbak, bernama Mush’ab bin Umair. Tentang
Tentang Adurrahman bin Auf yang kaya yang bersahaja. Sosok entrepreneur sejati. Percaya diri tinggi. Kemampuan tinggi. Dan keimanan yang sangat kokoh. Sampai rela menginfakkan dagangannya sebab dikabarkan ia dikabarkan akan cukup lama untuk masuk ke surga dikarenakan kekayaannya. Anehnya, semakin ia habiskan hartanya yang melimpah itu di jalan Allah, harta itu tak pernah surut, malah makin bertambah.
Tentang gigihnya para ulama, yang membangun dasar-dasar ilmu pengetahuan. Dulu tak ada mobil dan motor. Perjalanan lintas negara ditempuh demi ilmu. Dan anehnya, berbuku-buku mereka hafal. Kita? Mungkin perjuangan dalam mencari ilmu sebanding dengan barakahnya.
Harusnya kita—Muslim lah yang paling berhak tentang ke-paling-an, atau menyandang ‘ter’ untuk predikat-predikat baik. Paling kaya, paling cerdas, paling disiplin, paling baik integritasnya, paling semangat, paling baik etos kerjanya, paling gigih dan ulet usahanya, paling sering mendekat kepada-Nya, paling brilian ide-idenya, paling bisa diandalkan, paling kuat fisiknya, paling tajam pemikirannya, dan semua ‘paling’ penyangatan yang belum tersebut satu persatu. Itulah hak kita. Mengapa? Lagi-lagi kita lupa atau mungkin terlupakan. Kita yang punya teladan terbaik. Harusnya kita yang berhak. Kita punya Muhammad Rasulullah saw. Kita punya sahabat nabi dan dua generasi setelahnya dengan kekhasan dan keunikan masing-masing. Sungguh miris kalau kita tak mengenal mereka. Atau bahkan meragukan kapabilitas mereka selaku generasi terbaik. Maka baca, dengar, dan lihatlah!
Hidup dan kehidupan memang terkadang berat. Akan tetapi, ya inilah hidup. Penuh ketidakpastian kalau kata pengusaha. Kadang kau di atas, kadang kau di bawah. Ada saat dimana harus berbahagia, ada saat dimana sedih melanda. Maka ingatlah Allah apapun kondisinya. Syukur, syukur indahnya selalu ada dalam bagian hidup seorang muslim, hingga yang terkecil, meski dalam kesedihan. Sabar, adanya selalu menjadi penyejuk dalam kesukaran. Bahwa kita punya Allah yang akan memudahkan. Tawakkal, ianya menghalau resah gelisah merasuk dalam kalbu. Islam, bukan sekadar agama, tapi jalan hidup. Teramat lengkap. Alhamdulillah terlahir sebagai muslim.
Just say, “I’m Moslem before everything!”

0 komentar: