TERHANGAT

Selamat datang, Sobat! Jangan malu-malu untuk baca, komentar, dan share ya. Semoga coret-coretan ini bisa bermanfaat ya. Salam kenal. :)

“(Allah bersumpah dengan ciptaannya) dan demi jiwa serta penyempurnaan ciptaannya. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan kedurhakaan dan jalan ketaqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”. (QS.91:7-10)

Kamis, 23 Februari 2012

Indonesia Bisa! Bangkit dan Menang!


Dalam posting kali ini saya hanya ingin curhat. Sedikit saja.
Ini tentang kondisi negeri kita. Utamanya para anak mudanya.
Sungguh ironis ketika kemarin saya melihat komen adik kelas saya yang sangat mendiskreditkan bangsanya sendiri. Apapun niatnya, sungguhan atau tidak, yang jelas ada pesimisme besar dalam komentar itu.
Dan itu cukup menjadi bukti tertulis dari apa yang selama ini saya lihat. Bangsa ini amat pesimis dengan potensi yang mereka miliki-meskipun tidak seluruhnya.
Dan inilah realita yang kita alami. Mindset kita masih terwarnai atauh bahkan masih tercelup dalam warna kolonialisme tempo doloe. Bekas-bekas penjajahan itu mungkin masih belum hilang dari kepala bangsa ini dan diwariskan turun-temurun.
Sakit. Sakir rasanya saya membaca komen tersebut. Bukan karena komennya, tapi sekali lagi itu sangat memperjelas kepesimisan bangsa ini. Penjajahan yang lebih berabad-abad benar-benar berdampak besar pada kondisi psikis bangsa ini. Mungkin sudah sampai tahap kronis. Menganggap kerdil bangsanya sendiri. Rendah.Picik. Kemudian orang-orang asing amat ditinggikan. Kita bangsa bodoh, tidak bisa apa-apa. Kita bangsa miskin, tidak punya apa-apa. Mereka orang-orang asing itu pintar. apapun mereka bisa. Maju peradabannya, teknologi canggih, otak encer, sepakbola oke pula. Mereka kaya sekali, sampai-sampai kekayaan alam kita mereka kuasai. Anda SALAH! Ini hanya masalah persepsi dan mindset. Lihat saja, kulit kita rata-rata sawo matang, rambut hitam, tinggi sedang(kalo penilaian kita). Sementara mereka putih, rambut warna-warni, lebih banyak yang pirang, bahkan iris matanya juga berwarna, tinggi-tinggi pula. Kita tersugesti bahwa tipikal fisik yang seperti mereka itu yang sempurna, yang cantik, yang ganteng. Ini masalah persepsi kita! Dan mungkin persepsi mereka juga sama seperti kita, mereka lebih suka yang kulit gelap, rambut hitam, tinggi sedang atau pendek. Sekali lagi ini masalah persepsi!
Merupakan kecendrungan manusia adalah merasa kurang, kurang dengan apa yang mereka miliki. Selalu lebih mudah melihat apa yang kurang, dari pada apa yang lebih.
Sebenarnya ini sepele. Tergantung bagaimana kita merlihat dan berpikir. Apa-apa yang kita miliki ini adalah jatah terbaik dari Allah untuk kita.
Dan tidak ada sebenarnya itu yang kurang, yang jelek atau apalah namanya. Pertanyaannya sekarang, apakah ada parameter resmi dari sang pencipta tentang kekurangan-kekurangan yang sering kita permasalahkan? Jawabannya tidak. Satu parameter yang dia berikan adalah ketaqwaan.Hanya satu ini parameternya untuk mengukur siapa yang lebih dan lebih.Dan ini yang adil. Dan kita, selama ini ternyata telah disibukkan dengan kecendrungan kita untuk menghitung-hitung apa yang dirasa kurang. Sekali lagi itu bukan kekurangan. Tergantung bagaimana mindset yang tertanam dalam diri kita. Seperti apa mindset kita tentang kelebihan dan kekurangan itu.
Begitu jugalah bangsa ini, coba pelajari sejarah! Oh iya, pelajaran sejarah yang di sekolah-sekolah itu(yang dulu saya dapat) kebanyakan menceritakan tentang penderitaan bangsa ini selama terjajah dan perjuangan mencapai serta mempertahankan kemerdekaan. Berbagai kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial dibeberkan, seperti cultuur stelsel(cuma ini yang saya ingat,hehe). Yang dirugikan lagi-lagi bangsa ini akibat kebijakan-kebijakan tersebut. Cerita ditindas lagi yang kita dapat. Kemudian tentang perjanjian-perjanjian, hasilnya ya dirugikan lagi. Cerita ditindas lagi yang kita dapat. Hingga setelah kemerdekaan, yang ditampilkan dalam buku-buku teks adalah berbagai kemelut-kemelut. Dari semua ini, absurd sekali nilai-nilai dan cerita kejayaannya. Sehingga apa? Sehingga yang terbayang-bayang dan dihafalkan(untuk persiapan ujian) adalah berbagai kemelut yang membuat bangsa ini terpuruk. Dan ekses dari semua itu adalah mental-mental inlander masih bersemayam dalam relung jiwa bangsa ini. Yakni mental bangsa terjajah. Padahal kita sudah merdeka!
Bangsa ini butuh motivasi. Bagaimana bisa maju kalau mindsetnya tidak diubah? Bagaimana mindsetnya bisa diubah kalau tidak diberi motivasi? Dan dan dan dan...
Sekali lagi bangsa ini butuh motivasi, butuh identitasnya ketika berjaya. Bangsa ini tidak teramat butuh cerita tentang ketertindasannya. Sebenarnya banyak cerita-cerita sejarah tentang kejayaan dan kehebatan bangsa kita, baik itu kolektif ataupun personal. Dulu, dulu sekali, nusantara berhasil dipersatukan oleh moyang kita, Patih Gajah Mada. Bahkan Malaysia, Filiphina, dan Thailand, pun juga masuk (Kalau ga salah. Atau kalau salah, juga pada masa Sriwijaya, kita punya pengaruh yang kuat).

Semakin kesini, kita masih tetap hebat. Buktinya? Salah satu Imam Masjidil Haram pada awal abad 20 adalah orang Indonesia. Beliaulah Syaikh Abdul Latif Al-Minangkabawi. Orang Sumata Barat, beliau masih keluarganya Kiyai Haji Agus Salim. Bayangkan, Imam Masjidil Haram di Makkah! Kita punya BJ. Habibie yang luar biasa. Oh iya, hampir ketinggalan. Kita Punya Presiden Soekarno yang sangat kharismatik, tegas, dan yang paling mantap adalah integritas!
Tunggu dulu tunggu dulu! Mari sejenak saja kita tinggalkan Timor Timur yang lepas pada masa BJ. Habibie dulu. Mari sejenak kita tinggalkan kemelut di akhir pemerintahan Presiden Soekarno dulu. Yuk mari pelajari, hafalkan, hayati, bagaimana mereka di masa-masa jayanya. Pribadi-pribadi luarbiasa yang jarang-jarang ada.

Mengapa kita terlena dan terhipnotis dengan cerita mereka yang kelam? Padahal cerita mereka tentang kecemerlangan dan kejayaannya jauh lebih banyak. Dan yuk sekali lagi kita hayati dan internalisasi dalam diri.
Kita bisa! Kita hebat! BANGKIT! dan MENANG!

0 komentar:

Minggu, 19 Februari 2012

kutukan nocturnal

“Aduh!” teriak gue dalam hati. Gue ga berani teriak beneran kenceng-kenceng, karena ini udah malem. Gila kali ntar gue dikita orang-orang kalo gue teriak pagi-pagi buta gini. Lha bayangin aja, misalnya nig gue beneran teriak, “Aduuuuuuuuhh!!!”, itu tetangga-tetangga sebelah depan belakang bakal kebangun n rame datengin rumah gue trus bakal ngarak gue keliling kampong sambil ditelanjangin trus dinikahin. Lho apa hubungannya ? (Oke stop, malah ngelantur… back to laptop kata mas kutul) Yang mau gue share disini bukan gue teriak beneran ato engga. Tapi alasan kenapa gue teriak aduh… Beneran deh,, ini masalah pelik banget buat gue. Lebih pelik dari IP jeblok, ditolak cewe, ga laku-laku, ato diputusin pacar… ini lebih dari itu.. Tidaaaakk mamaaa….! Ini nih, ini akibatnya kalo lu sering lalay dari tugas-tugas lu, ini akibat kalo lug a manpaatin waktu lu dengan baik. Ya kayak gue ini lah jadinya… penyesalan selalu dating di akhir… coba di awal… (ada ya?) gue sekarang hidup sebagai makhluk nocturnal… what??? Makhluk yang hidup aktif di malam hari.. jangan mikir macem-macem tentang gue. Gue ga macem-macem, (satu macem gini aja gue udah teriak “aduuuh”) gue kena virus ga bisa tidur awal malem…. Tidur menjelang pagi… subuh bangun (alhamdulilah yah subuh masih bisa bangun n sholat, sesuatu banget yah…).. tapi setelah itu gue tidur lagi…. Gue jadi bak ibarat serigala baik n sholeh yang melolong di tengah malam…. Woooooooooo…. ini penyakit gue sekarang… yo coba kita runut kenapa gue bisa terinfeksi penyakit nocturnal ini,, pertama dulu gue anaknya baik,(sekarang jg baik.. stop mikir kalo gue macem2!)… tapi semenjak gue jadi mahasiswa, hidup sendiri, tanpa pendamping, kesepian, merana, jadi bujang lapuk (eitss ngelantur lagi dah,,, tapi na’udzubillah)… gue hidu[ sendiri jauh dari emak gue. Kalo dulu emak gue selalu jadi alarm gue, maksud gue ngingetin gue terus… sekarang udah enggag, terpisah jarak n waktu,, apa daya…. Terus semenjak gue kuliah, ada tugas, ada laporan, gue malah santai… ikut-ikut ngerjain malem-malem sambil nunggu masteran… (ups kebuka rahasia umum mahasiswa)… dengan ditemani secangkir kopi full cafein, ato semangkuk mie rebus buatan abang-abang PIR,, gue asik ngerjain tu laporan… imbas na’asnya buat gue: gue jadi ga bisa tidur lebih awal! Gw jadi makhluk nocturnal! so, siapapun yang mendengar jeritan hati gue, bantu gue lepas dari kutukan ini!!!! OMG!! (lebay mode)… yah, sedikit tulisan gue jam setengah tiga male mini moga bisa jadi pelajaran buat kawan-kawan semua… terutama maba n calon mahasiswa, jangan pernah lalaikan waktu,,, sedetik pun berharga,,, jangan nunda-nunda kerjaan kalo kata emak gue… abis selese ngerjain satu tugas, kerjain lagi yang lain… itu kata Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Insyirah… (Alhamdulillah gue masi inget)…. so, semangat !!!

0 komentar:

Sabtu, 18 Februari 2012

Mahasiswa Ideal

Hemmmmmm.... Sudah berapa kali ya saya gonta-ganti blog... Tak terhingga kayaknya... Kali ini saya mau post tulisan saya yang awalnya saya tulis untuk buletin di kampus, terus di blog-blog sebelumnya... Cekidooot yo!
Mahasiswa. Bukan lagi sekadar siswa yang berseragam putih merah, putih biru, atau putih abu-abu. Telah dibumbui dengan penambahan ‘maha’ di awal. Ini menunjukan bahwa ada sesuatu yang lebih pada diri mahasiswa. Tingkat pendidikannyakah? Tidak hanya itu. Mahasiswa berada pada tingkat usia yang dinilai telah mengalami pematangan pemikiran. Di usia-usia mahasiswa daya kritis mulai muncul. Mahasiswa juga dinilai sebagai kaum intelektual yang di atas selainnya. Usia mahasiswa adalah usia yang sangat produktif. Mereka memiliki ‘otak’ yang fresh, fisik yang kuat, dan idealisme. Akan produktif ketika mahasiswa itu sendiri dapat mengarahkan dan mengelola segenap potensinya beriring waktu yang terus berjalan. Ketika mereka mampu berpacu dengan waktu dalam mengoptimalkan produktifitasnya, jadilah mahasiswa dengan tiga perannya: agen perubahan, penjaga nilai, dan cadangan pemimpin masa depan. Jika kita melihat ke belakang, sebuah perubahan kerap bahkan selalu dimotori oleh kaum muda, katakanlah pada masa ini para mahasiswa. Sebuah tonggak sejarah baru Bangsa Indonesia pada tahun 1998 dimotori oleh para mahasiswa. Reformasi. Penataan Indonesia baru. Ya, yang memulainya adalah para pendahulu kita. Sejatinya beginilah mahasiswa seharusnya. Mahasiswa yang memiliki kepekaan sosial. Ada untuk kesejahteraan rakyat. Berorientasi untuk kemajuan dan kejayaan negeri. Akan tetapi kita melihat yang sering terjadi pada mahasiswa aktivis masa lalu adalah julukan ‘Nasakom’ yang disematkan pada mereka. Bukan ‘Nasakom’ Ideologi. Tapi Nasib Satu Koma. Beginilah adanya. Terlalu sibuk sampai-sampai akademik pun terkesampingkan. IP yang jeblok menjadi resiko yang dipilih. Ibarat peperangan, IP yang anjlok ibarat martir dalam peperangan. Dan hari ini saatnya berubah dan menyempurnakan peran mahasiswa! Ada yang mengatakan, “Hari ini aksi dan demonstrasi bukan zamannya. Akan tetapi inovasi dan kreativitas yang harus kita kembangkan.” Bukan seperti ini yang saya maksud. Kita tidak berubah dengan mengambil satu aspek kemudian membuang aspek lainnya. Semacam aksi atau demonstrasi itu harus tetap ada sebagai sarana kontrol birokrasi. Setidaknya mahasiswa tidak kehilangan kepekaan dan kepeduliannya terhadap realitas sosial. Tetap, negeri ini masih butuh mahasiswa yang idealis, sebab mahasiswa dinilai masih bersih dari berbagai kepentingan. Perubahan pada diri mahasiswa hari ini adalah dengan menyempurnakan perannya yang sempat hilang. Katakanlah mahasiswa zaman ini harus bagus nilainya. Akan tetapi yang terjadi hari ini adalah perubahan paradigma. Mahasiswa tidak menyempurnakan, melainkan mengambil satu aspek kemudian membuang aspek lain. Mereka mulai kehilangan kepekaan dan kepedulian sosialnya. Mereke lebih berorientasi pada besarnya IPK. Menjadi apatis. Ini tidak bisa dibenarkan. Seharusnya mahasiswa itu idealnya ialah mereka yang mampu memanajemen dirinya dengan baik. Aktivis iya. Akademik iya. Kritis iya. Inovatif dan kreatif iya. Pun akhlaknya juga iya.

0 komentar:

Senin, 13 Februari 2012

#1


Malam ini aku baru berani menulis, menuliskan segala yang muncul dalam benakku. Setelah sekian lama aku bergerak, dan itu semua sekarang tinggal serpihan-serpihan sejarah terbalut waktu yang tak terekam. Padahal dalam pada itu banyak cerita-cerita yang luar bisaa, banyak pikiran-pikiranku yang ingin kusampaikan kepada dunia.
Aku sadar, banyak sekali yang terlewat untuk kutulis. Tapi apa salahnya jika aku memulainya kini. Aku harap goresan-goresan penaku dapat diambil manfaatnya oleh generasi setelahku. Adik-adikku, hingga anak-anak dan cucu-cucuku. Tak lebih. Siapa aku berani berharap lebih?
Februari 2012. Di ruang waktu ini aku berada sekarang. Tiga semester telah kulalui di almamaterku, Universitas Diponegoro. Dan setelah 20 tahun aku terlahir aku baru berani menggoreskan penaku. Tak apalah, daripada tidak sama sekali.
Malam ini, aku ingin menuliskan siapa aku. Satu hal yang utama seperti yang diajarkan ibu, ayah, dan guru-guruku, bahwa aku adalah hamba dari Allah yang menciptakan kehidupan ini.  Selalu, tidak akan pernah berhenti. Identitas sebagai hamba-Nya akan selalu tersemat dalam hati, lisan, dan tindakanku. Ini sumpahku.
Kemudian aku beralih pada sisi lain, jelas aku adalah anak dari dua insan yang ditakdirkan aku terlahir dari keduanya. Dari sel sperma dan sel telur ayah dan ibuku, yang dipertemukan-Nya. Tentang keduanya, maka merekalah orang tua terbaik yang pernah ada di bumi. Hadirnya mereka memberi makna dalam hidup dan kehidupanku. Banyak anak yang resah berkata, “Orang tuaku tak sempurna.” Ada kurangnya. Aku tak mengiyakan juga tak menyangkalnya. Aku hanya berkata, “Keduanya akan dan selalu mencintaimu dengan sempurna.”
Entah apa namanya, sebut saja status atau identitas. Statusku yang baru tiga semester kusandang adalah mahasiswa. Jujur aku bangga. Dan sejujurnya aku lebih nyaman jika disebut pemuda. Karena dengan demikian aku merasa menjadi satu dengan seluruh anak negeri, bahkan anak bumi. Sebab tak semua pemuda beruntung bisa duduk di bangku perguruan tinggi yang katanya dihuni orang intelek. Tapi sebenarnya kita tak butuh mahasiswa. Yang kita butuh adalah pemuda-pemuda terpelajar yang tak pernah berhenti dari geraknya untuk sebuah kejayaan. Yang tak hanya bisa duduk dan belajar kemudian beroleh IP tinggi lalu kemudian mencari kerja, dan kaya. Yang tak hanya bisa berpikir, rapat, dan teriak-teriak di jalanan. Tapi kita butuh pemuda dan mahasiswa yang peduli dan peka. Dengan dirinya, keluarga, kampus, masyarakat, bangsa dan negaranya, bahkan dunia. Dan bukan berarti unsur kecerdasan akademis dan leadership serta daya kritis tak kita butuhkan. Justru ini menjadi motor utama yang menjiwai identitas kita.
Aku muak. Dunia indahnya tak seperti surga, memang. Dan negeriku indahnya tak seperti lagu Koes Ploes, Kolam Susu yang Orang bilang tanah kita tanah sorga. Atau tak seperti kata-kata yang aku tak memahami seluruhnya, negara gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karta raharja. Atau aku memang terlahir di zaman yang kacau-balau? Kalau begitu betapa sialnya aku.
Tapi tidak. Dunia memang selalu begini. Tampaknya mustahil kebenaran dan keadilan dapat menumpas habis kejahatan dan keserakahan sampai habis. Sebab aku mendengar cerita sejarah yang selalu saja bergilir antara keduanya. Cerita-cerita kehidupan sejak zaman Adam selalu saja berebut antara kebenaran dengan kebathilan. Antara kejujuran dan keserakahan. Selalu saja. Aku tak ingin menjadi naïf dan menutup mata dengan realitas ini. Dan memang inilah faktanya. Sampai kapanpun, putih akan tetap menjadi putih, apapun orang menyebutnya. Hitam akan tetap menjadi hitam, apapun orang menyebutnya. Keduanya akan terus lahir dan mati, tak pernah putus. Ibarat seekor rusa dan harimau. Seekor rusa terbangun di pagi hari, dan ia akan terus berlari menjadi yang tercepat, sebab kalau tidak, habislah ia diterkam harimau. Pun seekor harimau juga bangun di pagi hari, mencoba berlari untuk menjadi yang tercepat, sebab kalau tidak, matilah ia kelaparan kerana tak dapat menangkap satu pun rusa. Hidup, mengharuskan kita untuk memilih antara keduanya untuk kemudian bertarung melawan salah satunya.
Sebagai pemuda, aku memang pantas muak. Tapi aku tak boleh kecewa dengan keadaan kemudian berlari pergi menjauh. Karena aku yakin setelah mati nanti aku akan dibangkitkan sekali lagi untuk ditanya, “Kau gunakan apa hidupmu?” Aku mencoba menengok cermin. Kudapati fisikku yang prima, rupa yang elok lagi betapa segarnya. Akalku yang sempurna tak kurang satu apapun. Aku beruntung. Kufur? Aku tak ingin menjadi orang yang kufur dengan semua yang kumiliki. Seburuk apapun diriku, aku masih orang beriman.
Mencoba mengambil sudut pandang lebih luas tentang kehidupan, maka aku adalah manusia. Hadirnya diriku ke dunia hendaknya mampu memberi makna. Makna akan hidup dan kehidupan itu sendiri. Untuk diriku, dan untuk orang lain. Setidaknya kehadiranku dapat terasa oleh manusia. Sebab aku memanusiakan manusia. Biarlah orang tak mengenal namaku, itu tak penting. Tapi satu hal yang tak bisa tidak, hadirnya diriku haruslah menuai manfaat bagi orang lain.
Sekali lagi aku muak. Sangat muak dengan kebejatan dan keserakahan manusia. Dalam hidupku aku memilih untuk berpihak kepada “putih”. Meski aku sadar bahwa terlalu banyak noda di tubuhku. Tapi aku lebih sadar bahwa putih akan membuatku putih. Bersih, tanpa noda. Tak perlu aku menunggu sampai menjadi putih untuk memperjuangkan putih melawan hitam. Sebab aku tak akan menjadi putih kalau aku tak mencoba dan terjun. Namanya proses. Aku percaya bahwa noda-noda hitam yang menempel di tubuhku perlahan akan hilang tertindih goresan-goresan putih yang kubuat. Aku kembali.
Sejak dulu aku ingin punya sayap. Ibarat burung yang bisa terbang tinggi kemana saja. Melihat dunia dari atas. Bebas. Bernyanyi, berkicau, bermanuver dengan kepakan-kepakan sayap yang seirama dalam rombongan terbangnya.
Dan terbang.
13-02-2012, Lampung.


1 komentar: