TERHANGAT

Selamat datang, Sobat! Jangan malu-malu untuk baca, komentar, dan share ya. Semoga coret-coretan ini bisa bermanfaat ya. Salam kenal. :)

“(Allah bersumpah dengan ciptaannya) dan demi jiwa serta penyempurnaan ciptaannya. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan kedurhakaan dan jalan ketaqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”. (QS.91:7-10)

Kamis, 05 Desember 2013

Curahan Hati, Momen Akhir Tahun dan Tahunan

                Politik kampus, kok kesannya serem ya? Selalu saja saat Pemira menjelang isu yang diangkat adalah kepentingan yang dibawa organisasi ekstra yang juga turut serta. Hingga muncullah rekan-rekan yang mengaku independen. Dan bertebaranlah opini tentang kepentingan organisasi ekstra kampus yang begini dan begitu.
                Organisasi ekstra kampus adalah realitas dan entitas yang tidak bisa dielakkan dari kampus itu sendiri. Yang aneh adalah muncul bahasan bahwa organisasi ekstra kampus harus dihapuskan atau dilarang. Kemudian pertanyaan yang muncul adalah siapa yang berhak melarang? Sebab dalam UUD ’45 jelas diatur kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, yang menjadi hak semua warga Negara.
                Kemudian yang menjadi realita adalah bahwa organisasi ekstra kampus juga turut serta berpartisipasi dalam pemilihan raya atau dalam pemilihan pemimpin sebuah lembaga. Perlu digaris bawahi, bukan organisasi ekstra yang turut serta secara kelembagaannya, tapi kader-kadernya yang juga sebagai kader lembaga internal yang turut serta. Adakah yang tau bahwa ada organisasi ekstra yang memiliki visi untuk melahirkan kader-kader pemimpin? Maka wajar jika rekan-rekan kader organisasi ekstra memiliki motivasi dan wawasan lebih dalam hal kepemimpinan. Apakah salah? Tentu tidak.
                Politik nilai atau politik kekuasaan? Tentu ini kembali kepada masing-masing. Yang saya alami dan amati adalah lebih banyak diskusi tentang nilai-nilai yang dibawa dan dijunjung tinggi daripada diskusi untuk memenangkan sebuah pemira. Bahkan dalam rapat tim sukses pun, dibuka dengan tilawah dan taushiyah (nasehat) yang menjadi pengingat dan pelurus niat.
                Saya sempat mengelus dada ketika melihat sebagian orang bicara tentang politik dinasti di kampus. Istilah politik dinasti sepertinya memang sedang digandrungi. Tapi mahasiswa harusnya cerdas dalam beropini. Kalau yang disebut politik dinasti itu ketika pemimpin lembaga internal kampus yang terpilih seringnya atau bahkan hampir selalu merupakan kader organisasi ekstra, maka saya katakan pernyataan ini tidak rasional. Sebab semua pasti paham bahwa biasanya yang disebut politik dinasti itu karena hubungan darah atau kerabat. Kalau estafet kepemimpinan masih bergilir pada mahasiswa yang merupakan kader internal sekaligus eksternal, maka jangan salahkan organisasi ekstra kampus mana pun. Semua harus paham bahwa di kampus kita masih menjunjung tinggi aturan dan mekanisme yang sah. Semua memiliki kesempatan yang sama. Selagi memiliki kapasitas dan gagasan, dan sesuai aturan/mekanisme yang berlaku, maka tak ada masalah. Dan pertanyaan yang harusnya muncul adalah apakah hanya kader organisasi ekstra kampus saja yang memiliki motivasi, wawasan, dan kapabilitas di atas rata-rata?
                Ketika aturan dipertanyakan objektivitas dan keadilannya, maka silahkan lihat siapa yang berwenang membuat aturan itu. Jangan serta-merta dikatakan ada kepentingan organisasi ekstra kampus di dalamnya, karena belum tentu yang berwenang di lembaga legislatif juga merupakan kader organisasi ekstra dan melakukan rekayasa. Kemudian juga silahkan lihat langsung ke dalam konten aturan, jika ada yang janggal, maka silahkan komunikasikan dengan yang berwenang membuat aturan. Sederhana sebenarnya.
                Terakhir, saya benar-benar miris ketika isu organisasi ekstra kampus dan kepentingan selalu diangkat pada momen-momen pemira. Yang kasihan adalah rekan-rekan yang dikenai tuduhan ini-itu, namun tak ada bukti, hanya berdasar asumsi dan prasangka. Kesan yang muncul adalah isu organisasi ekstra sengaja diangkat untuk menyudutkan salah satu pihak dan mendiskreditkan mereka. Seakan-akan kalau dia adalah kader organisasi ekstra, maka segala hal tentangnya seperti selalu ada kepentingan dan konspirasi. Zhalim ini namanya.
                Sekadar sharing saja, sempat terjadi diskusi tentang sambutan yang saya sampaikan untuk membuka acara yang notabene itu adalah program dari organisasi yang saya pimpin. Dikatakan di dalamnya ada pencitraan. Sehingga ada panitia atau partisipan (bukan pengurus) yang menolak jika saya memberi kata sambutan. Saya hanya miris, sangat tidak cerdas, apalagi predikatnya mahasiswa. Saya sarankan, sebagai pemuda yang terpelajar kita harus belajar lebih banyak lagi tentang apa yang kita sebut dengan respect.
                Maka, yuk, mari bersikap dewasa! Organisasi ekstra itu di luar kampus. Tidak ada hubungannya dengan lembaga internal kampus sehingga perlu dibawa-bawa ke dalam, apalagi dengan tujuan menyudutkan. Saya kira kita sepakat, semua mahasiswa memiliki hak dan kewajiban yang sama. Tak ada masalah jika sama-sama menjunjung tinggi dan mengakkan aturan yang berlaku.
                Bicara kontribusi, semua punya hak yang sama. Maka jangan dibedakan. Diskusi dan perdebatan yang muncul sepantasnya bukan lagi bicara masalah organisasi ekstra atau golongan/kelompok, tapi tentang seberapa besar dan luar biasa ide dan gagasan yang dibawa, seberapa baik kapabilitas dan kapasitas yang dimiliki, dan seberapa yakin impian dan harapan itu akan terwujud.
                Sederhana sebenarnya jika semua mampu berpikir dan bertindak dewasa. Kalau kampus tidak mencetak kita sebagai orang yang rasional dan dewasa, maka dua kemungkinannya: kampusnya gagal atau kita yang stagnan.


Salam hangat untuk setiap niat baik dan hati yang bersih.
Tetap tersenyum, meski malam masih panjang. Yakin siang ‘kan datang.
Tembalang, 5 Desember 2013

1 komentar: