Curahan Hati, Momen Akhir Tahun dan Tahunan
Politik
kampus, kok kesannya serem ya? Selalu saja saat Pemira menjelang isu yang diangkat
adalah kepentingan yang dibawa organisasi ekstra yang juga turut serta. Hingga muncullah
rekan-rekan yang mengaku independen. Dan bertebaranlah opini tentang
kepentingan organisasi ekstra kampus yang begini dan begitu.
Organisasi
ekstra kampus adalah realitas dan entitas yang tidak bisa dielakkan dari kampus
itu sendiri. Yang aneh adalah muncul bahasan bahwa organisasi ekstra kampus
harus dihapuskan atau dilarang. Kemudian pertanyaan yang muncul adalah siapa
yang berhak melarang? Sebab dalam UUD ’45 jelas diatur kemerdekaan berserikat,
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, yang menjadi hak
semua warga Negara.
Kemudian
yang menjadi realita adalah bahwa organisasi ekstra kampus juga turut serta
berpartisipasi dalam pemilihan raya atau dalam pemilihan pemimpin sebuah
lembaga. Perlu digaris bawahi, bukan organisasi ekstra yang turut serta secara
kelembagaannya, tapi kader-kadernya yang juga sebagai kader lembaga internal
yang turut serta. Adakah yang tau bahwa ada organisasi ekstra yang memiliki visi
untuk melahirkan kader-kader pemimpin? Maka wajar jika rekan-rekan kader organisasi
ekstra memiliki motivasi dan wawasan lebih dalam hal kepemimpinan. Apakah salah?
Tentu tidak.
Politik
nilai atau politik kekuasaan? Tentu ini kembali kepada masing-masing. Yang
saya alami dan amati adalah lebih banyak diskusi tentang nilai-nilai yang
dibawa dan dijunjung tinggi daripada diskusi untuk memenangkan sebuah pemira. Bahkan dalam
rapat tim sukses pun, dibuka dengan tilawah dan taushiyah (nasehat) yang menjadi
pengingat dan pelurus niat.
Saya
sempat mengelus dada ketika melihat sebagian orang bicara tentang politik
dinasti di kampus. Istilah politik dinasti sepertinya memang sedang digandrungi. Tapi
mahasiswa harusnya cerdas dalam beropini. Kalau yang disebut politik dinasti
itu ketika pemimpin lembaga internal kampus yang terpilih seringnya atau bahkan
hampir selalu merupakan kader organisasi ekstra, maka saya katakan pernyataan
ini tidak rasional. Sebab semua pasti paham bahwa
biasanya yang disebut politik dinasti itu karena hubungan darah atau kerabat. Kalau estafet kepemimpinan masih bergilir pada mahasiswa yang merupakan kader internal sekaligus eksternal, maka jangan salahkan organisasi ekstra kampus mana pun. Semua
harus paham bahwa di kampus kita masih menjunjung tinggi aturan dan mekanisme
yang sah. Semua memiliki kesempatan yang sama. Selagi memiliki kapasitas dan gagasan, dan sesuai aturan/mekanisme yang berlaku, maka tak ada masalah. Dan pertanyaan yang harusnya muncul adalah apakah hanya kader
organisasi ekstra kampus saja yang memiliki motivasi, wawasan, dan kapabilitas
di atas rata-rata?
Ketika
aturan dipertanyakan objektivitas dan keadilannya, maka silahkan lihat siapa
yang berwenang membuat aturan itu. Jangan serta-merta dikatakan ada kepentingan
organisasi ekstra kampus di dalamnya, karena belum tentu yang berwenang di
lembaga legislatif juga merupakan kader organisasi ekstra dan melakukan rekayasa. Kemudian juga
silahkan lihat langsung ke dalam konten aturan, jika ada yang janggal, maka
silahkan komunikasikan dengan yang berwenang membuat aturan. Sederhana
sebenarnya.
Terakhir,
saya benar-benar miris ketika isu organisasi ekstra kampus dan kepentingan
selalu diangkat pada momen-momen pemira. Yang kasihan adalah rekan-rekan yang
dikenai tuduhan ini-itu, namun tak ada bukti, hanya berdasar asumsi dan
prasangka. Kesan yang muncul adalah isu organisasi ekstra sengaja diangkat
untuk menyudutkan salah satu pihak dan mendiskreditkan mereka. Seakan-akan
kalau dia adalah kader organisasi ekstra, maka segala hal tentangnya seperti
selalu ada kepentingan dan konspirasi. Zhalim ini namanya.
Sekadar
sharing saja, sempat terjadi diskusi tentang sambutan yang saya sampaikan untuk
membuka acara yang notabene itu adalah program dari organisasi yang saya
pimpin. Dikatakan di dalamnya ada pencitraan. Sehingga ada panitia atau
partisipan (bukan pengurus) yang menolak jika saya memberi kata sambutan. Saya
hanya miris, sangat tidak cerdas, apalagi predikatnya mahasiswa. Saya sarankan,
sebagai pemuda yang terpelajar kita harus belajar lebih banyak lagi tentang apa
yang kita sebut dengan respect.
Maka,
yuk, mari bersikap dewasa! Organisasi ekstra itu di luar kampus. Tidak ada
hubungannya dengan lembaga internal kampus sehingga perlu dibawa-bawa ke dalam,
apalagi dengan tujuan menyudutkan. Saya kira kita sepakat, semua mahasiswa
memiliki hak dan kewajiban yang sama. Tak ada masalah jika sama-sama menjunjung
tinggi dan mengakkan aturan yang berlaku.
Bicara
kontribusi, semua punya hak yang sama. Maka jangan dibedakan. Diskusi dan
perdebatan yang muncul sepantasnya bukan lagi bicara masalah organisasi ekstra
atau golongan/kelompok, tapi tentang seberapa besar dan luar biasa ide dan
gagasan yang dibawa, seberapa baik kapabilitas dan kapasitas yang dimiliki, dan
seberapa yakin impian dan harapan itu akan terwujud.
Sederhana
sebenarnya jika semua mampu berpikir dan bertindak dewasa. Kalau kampus tidak mencetak kita sebagai orang yang rasional dan dewasa, maka dua kemungkinannya: kampusnya gagal atau kita yang stagnan.
Salam hangat untuk setiap niat baik dan hati yang bersih.
Tetap tersenyum, meski malam masih panjang. Yakin siang ‘kan datang.
Tembalang, 5 Desember 2013
Tetap tersenyum, meski malam masih panjang. Yakin siang ‘kan datang.
Tembalang, 5 Desember 2013
1 komentar: