TERHANGAT

Selamat datang, Sobat! Jangan malu-malu untuk baca, komentar, dan share ya. Semoga coret-coretan ini bisa bermanfaat ya. Salam kenal. :)

“(Allah bersumpah dengan ciptaannya) dan demi jiwa serta penyempurnaan ciptaannya. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan kedurhakaan dan jalan ketaqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”. (QS.91:7-10)

Selasa, 17 September 2013

Damn! IPK damn!


     IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) mahasiswa merupakan parameter keerhasilan mahasiswa dalam dunia akademik di kampus. Parameter ini dapat memberikan gambaran bagaimana dia sudah menjalani mata kuliah yang sudah ditempuh. Sekarang ini, IPK demikian penting. Apalagi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya, atau untuk mencari pekerjaan.
     Fenomena menarik yang saya ingin cuatkan dalam tulisan ini adalah bahwa IPK bukan segalanya, tapi IPK bisa jadi gerbang segalanya. Mengapa?
Contoh yang paling dekat dengan kita adalah saat melamar pekerjaan. Sebagian besar lowongan karyawan mencantumkan IPK minimal sebagai syarat administratif. Yaitu sebagai parameter awal untuk diterima atau tidaknya. Biasanya IPK>2.75 untuk karyawan biasa. Sedangkan di posisi yang lebih tinggi dan penting seperti Management Trainee (MT) IPK>3.00 karena mereka disiapkan untuk menduduki level management dan pimpinan. Contoh lain seperti beasiswa pendidikan juga sangat tergantung kepada IPK sebagai gerbang awal.
     Bukan berarti IPK kecil berarti bodoh dan tidak memiliki potensi apa-apa. Hanya saja sudah menjadi kesepakatan dan rahasia umum bahwa IPK menjadi parameter utama dan pertama dalam banyak hal. Status sebagai mahasiswa atau fresh graduates pastinya akan selalu dikaitkan dengan IPK-nya. Setidaknya itu menggambarkan kemampuan intelektual dan kesungguhannya.

IPK, penting atau ga penting?
    Jawabannya ada dua: penting dan tidak penting. Penting, karena IPK menjadi gerbang awal yang memberikan gambaran tentang kapasitas seseorang. Bicara IPK artinya juga bicara kapasitas. Jika IPK bagus, maka kapasitasnya diharapkan lebih bagus. Apalagi jika semasa kuliah adalah seorang aktivis sebuah organisasi. Maka sangat terlihat kapasitasnya yang besar. Jika seorang aktivis, tapi IPK di bawah standar, maka kapasitasnya masih diragukan. Jika bukan aktivis, dan IPK di bawah standar, maka kapasitasnya lebih diragukan lagi.
      Tidak penting, karena IPK hanya menjadi syarat administrative di awal segalanya. Setelah lewat tahap itu, maka IPK sudah tidak penting lagi. Setelah itu biasanya akan melihat banyak aspek untuk menilai. Pengalaman, track record, kepribadian, pemikiran, emosional, kreativitas, komunikasi, kepemimpinan, dan sebagainya.
        Penting dan tidak penting. These are the rules. 
        Sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi besarnya IPK. Tapi di kantor-kantor dan lembaga yang profesional, tidak banyak toleransi. Semakin banyak toleransi, integritas yang dipertanyakan. Bahkan lebih cenderung perfeksionis, baik aturan dan kualifikasi, proses, dan hasil. Dan hari ini adalah hari dimana persaingan amat terbuka dan sengit, semua berlomba-lomba menjadi yang terbaik. Akan terus begitu. Dan ini adalah tantangan yang harus ditaklukkan.
       Akhirnya, kepada para mahasiswa, jagalah IPK-mu! Jangan sampai suatu hari berteriak, “Damn! IPK damn!” Pepatah lama mengatakan:
“Semakin tinggi fase yang dilalui, syarat yang dipenuhi pun semakin banyak dan tinggi.”

1 komentar:

Jumat, 13 September 2013

Junior yang kini dewasa

Senior, senior.
Kau begitu angkuh, hanya karena tahun kita berbeda.
Dan kau lebih tua.
Kau tak menyapa kalau tak disapa.
Kau mengamati, tapi kau diam. Menunggu ditanya baru menjawab.
Kau datang dengan vonis dan serapahmu. Justifikasimu buatku gamang.
Hanya kali ini, ya baru kali ini kau datang, tanpa basa-basi keluar semua isi perutmu.
Kau senior, bukan kakakku.
Karena kakak
akan datang tanpa dipanggil.
akan menasehati tanpa diminta.
Bukan tetiba datang, lalu muntah-muntah.

Untuk senior 5 pekan yang lalu.

0 komentar:

Senin, 02 September 2013

Terpaksa kami sebut birokrasi.

Bahkan pergeseran nilai tanpa ampun memaksa birokrasi untuk menutup mata dari kebaikan-kebaikan kaderisasi. Memaksa birokrasi menutup mata dari perbaikan-perbaikan yang terus dilakukan oleh pengurus lembaga kemahasiswaan. Memaksa birokrasi menutup mata dari realitas pembelajaran yang kuat dalam interaksi dan proses yang terjadi dalam organisasi. Pengalaman dan softskill didengung-dengungkan, tapi mahasiswa baru tak lebih dari sekadar diajak bermain seperti anak TK.

0 komentar: